Menulis karya ilmiah, esai, atau laporan akademik secara tidak langsung menuntut perhatian besar terhadap kaidah bahasa, terutama ejaan. Sayangnya, masih banyak penulis atau peneliti yang kurang teliti dalam menggunakan ejaan yang benar. Padahal, kesalahan ejaan bisa memengaruhi kualitas tulisan, bahkan bisa menjadi alasan naskah ditolak.
Ejaan bukan hanya soal huruf kapital dan tanda baca, tetapi juga mencakup penulisan kata serapan, pemenggalan kata, serta penggunaan imbuhan secara tepat.
Berikut ini adalah tujuh kesalahan ejaan yang paling sering ditemukan dan sebaiknya dihindari:
1. Penulisan Huruf Kapital yang Tidak Konsisten
Masih banyak yang keliru menggunakan huruf kapital, misalnya menulis “universitas Indonesia” tanpa kapital pada kata Universitas. Padahal, nama lembaga, institusi, dan gelar kehormatan harus diawali huruf kapital. Huruf kapital juga harus digunakan pada awal kalimat dan nama orang. Ketidakkonsistenan ini bisa membuat tulisan terlihat ceroboh.
2. Penulisan Kata Serapan yang Tidak Baku
Kata-kata seperti analisa, karir, atau aktifitas sering digunakan, padahal bentuk bakunya dalam Bahasa Indonesia adalah analisis, karier, dan aktivitas. Menggunakan bentuk tidak baku dapat mencerminkan kurangnya pemahaman terhadap PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia).
3. Penggunaan Huruf Miring yang Tidak Tepat
Huruf miring dalam penulisan bahasa Indonesia digunakan untuk hal-hal tertentu, seperti menuliskan istilah asing, nama ilmiah, atau penekanan khusus pada sebuah kata. Namun, masih banyak yang keliru menempatkannya, misalnya memiringkan kata-kata serapan yang sudah baku atau menggunakan huruf miring untuk penegasan yang tidak diperlukan. Kesalahan ini bisa menyebabkan ambiguitas makna dan mengganggu konsistensi gaya penulisan.
Baca juga: Mengenal Kontranim, Satu Kata dengan Dua Makna Bertentangan
4. Salah Kaprah dalam Penggunaan Tanda Baca
Tanda baca seperti koma, titik, dan titik dua sering digunakan tanpa aturan yang tepat. Misalnya, penggunaan koma sebelum kata “dan” pada kalimat yang hanya terdiri dari dua unsur tidak diperlukan. Selain itu, tanda titik dua tidak boleh digunakan setelah kata pengantar seperti “sebagai berikut” apabila langsung diikuti daftar.
5. Penulisan Kata Depan “di” dan Imbuhan “di-”
Banyak penulis tidak membedakan antara kata depan “di” yang harus ditulis terpisah (misalnya: di pasar, di rumah) dan imbuhan “di-” yang harus digabung (misalnya: ditulis, dilakukan). Kesalahan ini termasuk yang paling sering muncul dan mengganggu kejelasan makna.
6. Penulisan Gabungan Kata
Gabungan kata seperti “terima kasih”, “jalan tol”, dan “tanggung jawab” sering ditulis serangkai padahal seharusnya dipisah. Di sisi lain, ada juga yang justru memisahkan kata yang seharusnya digabung, seperti menulis “bertanggung jawab” sebagai dua kata padahal bentuk tersebut merupakan satu kesatuan makna.
7. Inkonsistensi dalam Penggunaan Singkatan dan Akronim
Beberapa mahasiswa menulis singkatan seperti dll., dsb., atau dr. tanpa mematuhi aturan penulisan yang tepat. Singkatan yang lazim digunakan harus diikuti tanda titik, dan penggunaan akronim harus dijelaskan ketika pertama kali muncul agar tidak menimbulkan kebingungan.
Dapatkan lebih banyak artikel, tips penelitian, dan informasi menarik lainnya di Instagram @ebizmark.id. Jangan lewatkan pula berbagai Kelas Gratis mengenai penelitian yang bisa diikuti hanya di Ebizmark.id!